Sawahlunto,jejakinformasi- Perseteruan antara kepengurusan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sawahlunto periode 2023-2028 dengan 33 cabang olahraga yang mengusung Musorkotlub terus berlanjut hingga memasuki babak baru yang mengarah ke proses hukum. Konflik ini mencuat setelah adanya pengaduan terkait penggunaan anggaran KONI Sawahlunto oleh salah satu cabang olahraga.
Akibatnya
Akibat dari konflik ini, nasib atlet di kota Sawahlunto telah terlantar selama enam bulan terakhir. Vicky, seorang pelatih cabang olahraga Muay Thai, menyuarakan keprihatinannya atas nasib para atlet yang terkena dampak dari konflik kepentingan ini. "Sudah satu semester loh," kata Vicky. "Ibaratnya kalau kita mulai pembinaan dari awal Januari, di bela diri Muay Thai fisiknya sudah terbentuk. Sekarang bagaimana kita bisa membina fisik mereka kalau cuma satu butir telur saja tidak bisa kita berikan?"
Vicky juga menegaskan pentingnya menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik dan benar. "Hari ini, Pihak mana yang tidak mau menyelesaikan masalah? KONi itu sendiri atau FPOS?” Kita ini adalah orang-orang bebas yang berkumpul tanpa ada keterikatan atau embel-embel sesuatu, kita berkumpul karena satu semangat, satu visi yang sama dalam dunia olahraga yakni memajukan olahraga sehingga terbentuk suatu wadah yang hari ini kita sebut KONI. Tapi yang terjadi hari ini, apakah sudah mencerminkan? Secara AD/ART, FPOS sudah memenuhi persyaratan untuk menggelar Musyorkotlub namun masih dibantah. Kenapa takut akan Musyorkotlub? Ini Komite bukan Instansi Pemerintahan atau Perusahaan.
Vicky mempertanyakan apakah saling melapor akan menyelesaikan permasalahan ini. Ia juga mengkritik pengaduan terhadap salah satu cabang olahraga yang notabene merupakan penggerak di forum penyelamatan olahraga kota Sawahlunto. "Apa maksudnya mengungkit salah satu cabang olahraga yang notabenenya salah satu cabang penggerak di forum penyelamatan olahraga kota Sawahlunto? Apa maksud dan tujuannya?" tegas Vicky.
Vicky menjelaskan bahwa pak Jhon Reflita diangkat sebagai ketua forum penyelamatan olahraga secara bersama-sama karena dinilai mampu dari sisi ekonomi, wawasan, pemikiran, dan manajemen. Namun, ia menilai pengaduan terhadap Jhon yang juga ketua PORDASI tidak masuk akal. "Masak Pak Jhon mau mengorupsi dana hibah untuk PORDASI, sedangkan uang pribadi beliau saja miliaran habis untuk mengurus PORDASI. Logikanya, apakah dana yang diberi KONI cukup untuk mengurus kuda-kuda PORDASI?" ujar Vicky.
Vicky menekankan agar masalah olahraga tidak dicampuradukkan dengan politik. "Olahraga memang butuh politik, tetapi tidak untuk dipolitikkan. Pertandingan memang butuh politik dalam artian strategi, tetapi bukan politik seperti pileg," ujar Vicky.
Menanggapi niat Muryanto untuk membawa kasus ini ke ranah hukum, Vicky tidak mempermasalahkannya. "Kasus Dugaan Korupsi bukanlah tindak pidana yang harus menunggu laporan. Penyidik tidak perlu menunggu laporan dari masyarakat. Khusus untuk tindak pidana korupsi, seketika penyidik atau penyelidik mengetahui ada suatu dugaan tindak pidana korupsi, penyidik bisa langsung melakukan penyelidikan tanpa perlu ada laporan," Tapi dalam konflik ini, tentu pelaporan ini menjadi sebuah tanda tanya, ada apa?
Apakah ini salah satu upaya agar dana hibah KONI cair? atau upaya untuk mempertahankan jabatan? Hentikanlah menggunakan cara-cara licik, ini dunia olah raga, kita berbicara tentang olahraga tentu diiringi dengan sportifitas. jelas Vicky.
Menurut Vicky, masalah ini tidak akan selesai jika kedua belah pihak terus-menerus saling lapor tanpa ada upaya musyawarah. "Kalau saya memandang, beliau (Muryanto) “takut sama ujung senjata lari ke pangkalnya,”ingin cuci tangan cepat. Tetapi dengan seperti itu, akankah menyelesaikan masalah? Ya tentu tidak," kata Vicky.
Vicky mengajak semua pihak untuk legowo dan duduk bersama mencari win-win solution. "Yok duduk kita sama-sama, gelar musyawarah, semua sudah diatur dalam AD/ART KONI. Nah sekarang beliau ditawarkan begitu, beliau tidak mau, alasannya kami sudah ada SK katanya. Memangnya ini adalah instansi pemerintahan? Memangnya KONI ini perusahaan orang tuanya?" tegas Vicky. Ibarat sebuah Negara, hukum tertinggi berada di tangan Rakyat, begitupun dengan KONI hukum tertinggi ya suara anggotanya.
Demikian laporan dari jejakinformasi. Kami akan terus memantau perkembangan konflik ini dan berharap segera ada solusi yang menguntungkan semua pihak, terutama para atlet yang menjadi korban dari perseteruan ini.(suherman)