Notification

×

Iklan

Iklan

Merespon Kasus Ruda Paksa oleh anak pejabat Gowa, LKBHMI: Restorative Justice tidak benar untuk kasus TPKS

Rabu, 13 Maret 2024 | 13:59 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-13T07:05:09Z
Gowa -Jejakinformasi.idKasus TPKS di atas mobil dinas yang di duga dilakukan oleh 4 orang, yang dua di antaranya adalah Anak Pejabat Pemerintah kabupaten Gowa kini viral dan telah menjadi perbincangan publik. Merespon Hal tersebut, Aenul Ikhsan Selaku Direktur Eksekutif Lembaga Konsutasi Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Cabang Gowa Raya angkat Bicara. 

"Merespon Kasus ini kami telah melakukan Aksi Demontrasi. Aksi kami dipimpin langsung oleh Jendral Lapangan Nurhidayatullah Selaku Direktur Pemberdayaan Masyarakat dan Partisipasi LKBHMI Cabang Gowa Raya. Setidaknya ada 4 tuntutan terkhusus kepada Kapolres Gowa dari segi penegakan hukum,  Bupati dan Bkpsdm Gowa dalam hal ini pemberian sanksi berat atas penyalahgunaan fasilitas Negara"

Menurut Ikhsan (Sapaan Akrabnya), kasus tersebut perlu pengawalan serius. Seringkali Korban perempuan Tidak terlindungi dalam Sistem Peradilan Pidana, mekanisme perdamaian Merugikan korban pemerkosaan. Serta dua diantara Pelaku dekat dengan relasi kuasa sehingga perlu di waspadai adanya Obstruction Of Justice sehingga pendampingan hukum sangat penting agar korban mendapatkan keadilan. 

"Dengan tegas namun tidak merendahkan kinerja Kepolisian, menurut kami penyamaan persepsi aparat dalam penyelesaian perkara TPKS itu belum merata, mengapa demikian karena Kadangkala Korban perempuan Tidak terlindungi dalam Sistem Peradilan Pidana, kedua mekanisme perdamaian Merugikan korban pemerkosaan. Ketiga, dua diantara Pelaku merupakan Anak Pejabat Pemerintah Kabupaten Gowa sehingga yang kami waspadai ada obstruction Of Justice (Menghalang-halangi penegakan hukum) dengan modus dorongan damai oleh kepolisian ini adalah tindak pidana lain yang juga di atur dalam pasal 19 UU TPKS" kata Ikhsan

Ikhsan juga mendorong Polres Gowa untuk mengacu pada Undang-Undang TPKS meskipun PERPOL No. 8 tahun 2021 telah mengatur penghentian tindak pidana berdasarkan Keadilan Restoratif.

"Meskipun terdapat ketentuan penghentian perkara di PERPOL Nomor 8 Tahun 2021 tentang penhentian tindak pidana berdasarkan keadilan Restoratif yang menyatakan bahwa penyidik bisa melakukan penghentian perkara, tapi kasus ini tidak memenuhi persyaratan umum yaitu syarat materil di Pasal 5 huruf a yaitu tidak menimbulkan keresahan dan penolakan dari masyarakat" 

Lebih lanjut dia memaparkan bahwa Kepolisian harus merujuk pada peraturan yang lebih tinggi dan lebih khusus yaitu Undang-Undang TPKS yang menganjurkan penyelesaian perkara tersebut sampai di pengadilan kecuali pelaku anak. 

"Undang-Undang TPKS Telah mengatur bahwa hukum acara terhadap semua bentuk kekerasan Seksual harus mengacu pada Undang-Undang TPKS, sehingga polisi harus mengikuti peraturan yang lebih tinggi ketentuan ini diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang TPKS yang berbunyi perkara tindak pidana kekerasan Seksual tidak dapat dilakukan diluar proses peradilan kecuali terhadap pelaku anak sebagaimana diatur didalam undang-Undang. Jadi jelas Yah, jika polisi berpendapat lain silahkan saja tapi intinya kasus tersebut harus selesai di pengadilan." Sambungnya. 

Lebih lanjut Ikhsan menegaskan rekannya akan terus mengawal kasus tersebut sampai tuntas begitupun dengan sanksi terhadap ASN yang menyalahgunakan fasilitas Negara. 

"Yah untuk kepolisian tentunya harus lebih bijak dan berpihak pada korban dalam proses penanganan kasus tersebut dan untuk sanksi pemilik kendaraan dinas tersebut kami menunggu hasilnya sesuai janji perwakilan Bupati Gowa yaitu Kepala Kesbangpol dan Asisten 3, pada unjuk rasa LKBHMI jumat kemarin" Tutupnya

Reporter :Sukriadi(D43NK)
TUTUP IKLAN
TUTUP IKLAN
×
Berita TerbaruUpdate