JEJAKINFORMASI.ID, Mandailing Natal -Beragam persoalan yang ditimbulkan dalam carut marut sebuah peristiwa yang mana para guru menjadi korban akibat kerakusan dan ketamakan seorang penguasa di Negeri Beradat taat beribadat dikenal sebagai Bumi Gordang Sambilan salah satu wilayah paling ujung di Sumatera Utara berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat yaitu Kabupaten Mandailing Natal.
Negeri yang dulunya sangat dicintai oleh rakyatnya sendiri, bahkan keluar negeri pun terkenal dengan adat budayanya yang mampu mengangkat dan membawa nama baik Madina melalui ragam kesenian tradisional yang dimilkinya, Madina dikenal kaya akan hasil Bumi, kaya akan santri santriwati, kaya akan Ustadz dan Ulama, kaya akan Adat istiadat dengan keberagaman suku didalamnya, kaya akan objek wisata dengan alamnya yang begitu indah, Kaya akan pendidikan, serta masih banyak lagi yang menjadi suatu kebanggaan di Tanah Mandailing Natal.
Tapi saat ini, semua yang menjadi kebanggaan itu seolah sirna begitu saja sejak sang penguasa daerah melukai hati para pahlawan tanpa tanda jasa yaitu Guru.
Sama halnya seperti orangtua, sekali saja sang ibu meneteskan air mata, maka segudang emas berlian pun tiada akan berharga dan seluruh kebahagiaanpun akan sirna.
Itulah yang terjadi saat ini terhadap para guru yang belasan bahkan puluhan tahun mengabdi hanya untuk memberikan kita satu jenjang keberhasilan untuk menggapai semua yang kita impikan, namun mereka yang telah berjuang tanpa tanda jasa itu telah meneteskan air mata kesedihan yang tiada tara.
Mengenang sejenak tentang mereka:
Disaat dulu kita diasuh dan di didik oleh mereka, adakah kita mendengar mereka mengeluh saat menuntun kita dengan penuh kesabaran?, bahkan sampai kita berada diperguruan tinggi sekalipun mereka tetap memandang kita seperti anak manja yang dengan penuh senyum dan tabah terus memberikan kita secercah pengetahuan, semata mereka lakukan agar kita mampu menghadapi kerasnya dunia dan pahitnya hidup yang selalu dihantui beragam kemelut. Tapi para guru tetap saja berjuang dengan rasa sabar berharap kelak kita menjadi seorang manusia jujur dan sebagai pemimpin yang mampu menjadi nakhoda yang baik dan disenangi oleh semua orang.
Saat ini, pengabdian selama puluhan tahun mereka hanya meminta satu kepastian yaitu memiliki sebuah tanda bukti keberadaan mereka sebagai guru honorer yang diakui sebagai seorang tenaga pendidik dengan perjanjian kerja selaku guru PPPK, disaat mereka mengharapkan hal itu, disaat itu pula mereka malah diperlakukan seperti pengemis oleh sang penguasa negeri yang tidak bertanggung jawab. Disaat mereka berharap setitik kasih sayang atas kasih sayang yang meraka curahkan selama puluhan tahun, malah mereka menerima perlakuan tanpa rasa sayang, dan bahkan mereka para guru telah meneteskan air mata kepedihan, inikah balasan yang harus mereka terima sebagai balasan dari pengabdian yang selama ini mereka jalankan?
Mereka menggantungkan harapan yang tinggi melalui perekrutan Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2023 di Kabupaten Mandailing Natal, namun mereka justru merasa dicurangi dan terdzolimi berdasarkan pengumuman hasil nilai Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) oleh Pemerintah Kabupaten itu sendiri.
Disaat mereka beramai-ramai untuk menyampaikan aspirasi, mereka malah dihadapkan dengan tekanan dan intimidasi. Bahkan pemerintah sendiri pun enggan untuk mendengarkan jeritan mereka.
Sungguh miris sekali dan sepertinya saat ini Madina sedang tidak baik baik saja.
Dikutip dalam sebuah diskusi grup FAM (Forum Anak Madina), Fakar Hukum Senior ' Muhammad Amin Nasution, SH.,MH' menyebutkan adanya *tehnik sangkut paut untuk menutupi kebobrokan* mungkin padanannya di minang inilah yang dinamakan *Takicuah di nan tarang*.sebutnya.
Menurut Amin, persoalan PPPK ini sudah ada hasil RDP (Rapat Dengar Pendapat), ada yang sudah jadi tersangka, serta dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ombudsman secara terang benderang telah menunjukkan adanya kesalahan-kesalahan dan tindakan kriminal dalam proses seleksi guru-guru PPPK tersebut. Namun ia melihat bahwa pemegang kekuasaan sampai detik ini belum nampak ada arah untuk membatalkan keputusan sesuai dengan tuntutan para guru yang menjadi korban pada seleksi PPPK tersebut.
Dalam diskusi tersebut, M.Amin Nasution, SH.,MH menyarakan agar perjuangan ini tidak lelah dijalan yang bisa berakhir dengan kehabisan energi, sebaiknya bawa saja ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Ia juga mengatakan jika di PTUN nanti mohonkan putusan pendahuluan/provisional yang memerintahkan agar pengambil keputusan menghentikan semua proses administrasi sebelum ada putusan akhir.
"Kalau putusan provisional ini keluar, maka orang-orang yang mendapat keistimewaan untuk diluluskan akan ikut menjadi lawan dari pengambil keputusan, sehingga bisa menjadi pembuka tabir akan hal-hal yang ditutupi dan dipertahankan selama ini."sebutnya.
Amin menjelaskan dalam diskusi tersebut bahwa putusan provisional bisa didapat sekitar 2 (dua) kali sidang, yang mana sidang pertama akan dimulai 2 (dua) minggu setelah pendaftaran, artinya 1 (satu) bulan setelah pendaftaran putusan provisional dimaksud bisa keluar, dan apabila putusan provisional pengadilan ini tidak dipatuhi oleh pengambil keputusan, maka hal itu bisa membahayakan kedudukannya karena putusan dimaksud bisa dijadikan dasar bagi DPRD utk mengeluarkan mosi tidak percaya sekaligus mempidanakannya karena melanggar perintah pengadilan.
Di akhir kalimat, M.Amin Nasution, SH.,MH mengatakan saran tersebut ia sampaikan bentuo saimpati dirinya atas kebuntuan yang dihadapi oleh para guru-guru yang merasa sudah menjadi korban PPPK yang perjuangannya semakin tidak dihargai oleh pengambil keputusan dan diperlakukan sangat tidak manusiawi sebagai seorang pendidik.
Reporter: Mulyadi P Jambak